Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam telah meninggalkan kita satu warisan berharga yang kita kenal saat ini dengan Hadits dan Sunnahnya. Bagaiman sikap kita terhadap peninggalan Rasul tersebut mencerminkan seberapa jauh pengenalan dan rasa hormat kita kepada Nabi utusan Allah yang kelak kita harapkan memberi syafaatnya kepada kita ummatnya pada pengadilan Yaumil Akhir.
Berikut adalah sikap para Tabi’in yakni generasi yang hidup di kala Rasul sudah tidak ada dan mereka hanya menjumpai beberapa atau sebahagiaan dari Sahabat, ketika disampaikan kepada mereka perkataan-perkataan yang datang dari Rasulullah Salallahu alaihi wassalam.
Ada seorang menemui Said Bin Mussayib yang sedang sakit, dia menanyakan kepada beliau perihal sebuah hadits. Waktu itu beliau sedang berbaring, maka beliau duduk dan membacakan hadits tersebut. Orang tersebut berkata “ Aku tak ingin engkau memaksakan diri.” Said Mussayib berkata “ Aku tidak suka membacakan kepadamu sebuah hadits dari Rasulullah sambil berbaring,”
…Subhanallah, demikian penghargaannya terhadap ilmu yang berasal dari Nabi Allah ini. Jika ada adab membaca Al Qur’an dengan penuh santun dan sopan yakni menutup aurat, membaca ta’awudz dan sebaiknya menghadap Kiblat , dsb…maka terhadap hadits ada adabnya pula seperti yang ditunjukan oleh Tabi’in di atas. Sedangkan dari kalangan sahabat yakni Abdullah bin Mas’ud yang dikenal sebagi seorang yang wara’ dan sangat berhati-hati dengan ajaran-ajaran dari Rasulullah sampai badannya bergetar dan menggigil jika membawakan suatu hadits dari Rasul karena khawatir ada satu kesalahan yang dibuat dalalm penyampaiannya.
Sesungguhnya yang termasuk memuliakan Nabi selain bersalawat atasnya, mengenal diri dan keluarganya, adalah dengan memuliakan sabdanya. Di dalam majelis-majelis yang kita selenggarakan sering terjadi beberapa hal yang menyelisihi adab-adab kepada Nabi SAW, seperti menyelanya, atau meninggikan suara, atau sibuk tidak mendengarkannya, atau duduk secara tidak sopan ketika sedang mendengarkan ilmu atau lainnya yang tidak layak dikerjakan para juru dakwah. Hal tersebut kadang menimbulkan perasaan tidak enak bagai para pendidik dalam menyampaikan nasihat kepada orang yang tidak menjaga adab. Tetapi kewajiban untuk mentarbiyah mengharuskan untuk tetap mengerjakannya.
Dalam hal ini , kita mempunyai teladan dari kalangan tabi’in. Mu’ad bin said mengatkan,” Ketika kami bersama Atha’, ada seorang membacakan sebuah hadits namun ada yang menghalanginya. Maka Atha’ murka dan berkata,”..subhanallah akhlaq apa ini? Tabiat apa ini?!! Demi Allah kalau orang ini membacakan hadits dan aku tahu bahwa ini adalah darinya atau mungkin dia mendengarnya dariku maka aku akan mendengarkannya dan akau akan memperlihatkan seakan-akan aku belum pernah mendengarnya .’
Diantara adab kepada Nabi salallahu alaihi wassalam adalah apa yang diajarkan oleh salah seorang dari Tabi’in , yakni Habib bin Abi Tsabit, berkata ;” Termasuk baiknya ahlak seseorang adalah membacakan haidts kepada kawannya sambil tersenyum.”
Demkianlah, sebelum kita telah ada suatu generasi yang merupakan generasi pembangun jiwa, karena terdidik dengan kesusahan dan latihan dan tertempa dengan usaha yang sungguh-sungguh.
Mari kita mendalami pelajaran penting tentang adab terhadap hadits Nabi salallahu alaihi wassalam dan diam saat mendengarkannya seperti yang dicontohkan oleh generasi yang terdidik oleh tangan para sahabat Nabi Salallahu alaihi wassalam di atas, sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kebaikan dunia akhirat kita. Wallahu’alam