Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i
Nama, Nasab dan Kelahiran Al-Auza’i
Namanya, Abdurahman bin Amr bin Muhammad asy-Syami al-Auza’i, lahir pada tahun 88 Hijriyah. Terkait tempat kelahirannya terdapat perbedaan pendapat, ada yang menyebutkan beliau lahir di Ba’labak dan tumbuh besar di al-Kark. Adz-Dzahabi mengatakan, “Dia bertempat tinggal di Ajalah al-Auza’, yaitu Aqabah Shaghirah, di depan pintu al-Faradis di Damaskus. Kemudian dia berpindah ke Beirut sebagai Murabith (penjaga tapal batas) di sana hingga meninggal dunia.
Keilmuannya
Bidang keilmuan yang digeluti oleh Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i adalah bidang hadits, bahkan Abdurahman bin Mahdi mengatakan “Imam dalam hadits ada empat: Al-Auza’i, Malik, Sufyan ats-Tsauri dan Hammad bin Zaid. Dari Utsman bin Sa’id ad-Darimi, dia mengatakan “Aku bertanya kepada Yahya bin Ma’in tentang Al-Auza’i, bagaimana keadaannya berkenaan dengan riwayat dari Az-Zuhri? Dia mengatakan, ia tsiqah, tapi betapa sedikitnya hadits yang diriwayatkannya dari Az-Zuhri.
Dari Sufyan bin Uyainah dia mengatakan, “Al-Auza’i adalah imam pada zamannya. Ishaq bin Rahawaih mengatakan, “Jika ats-Tsauri, al-Auza’i dan Malik bersepakat dalam suatu urusan, maka ini adalah sunnah.”
Adz-Dzahabi mengatakan, sunnah yang dimaksud adalah sunnah Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin sesudahnya, sedangkan Ijma’ adalah apa yang disepakati oleh ulama umat, baik dahulu maupun sekarang, baik ijma’ zhanni maupun ijma sukuti. Barangsiapa menyelisihi ijma’ ini dari kalangan tabiin dan orang-orang yang mengikuti mereka, karena suatu pendapat berdasarkan ijtihad, maka pendapatnya dibebankan kepadanya. Adapun siapa yang menyelisihi tiga orang tersebut (yakni Ats-Tsauri, Al-Auzai’ dan Malik) dari kalangan para pemuka ulama, maka ini tidak bisa disebut menyelisihi ijma’ atau sunnah. Maksud Ishaq hanyalah bahwa bila mereka bersepakat atas suatu persoalan, maka kesepakatannya ini biasanya adalah kebenaran.
Kesemangatan Ibadah, dan Sikap Zuhud Abdurahman bin Amr Al-Auza’i
Selain orang yang berilmu dalam bidang hadits, beliau juga seorang ahli ibadah. Al-Walid bin Muslim mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah daripada al-Auza’i”. Kesemangatan ibadahnya disaksikan pula oleh al-Walid bin Yazid yang mengatakan: “Al-Auza’i melakukan suatu ibadah yang kami belum pernah mendengar ada seorang pun yang kuat melakukannya. Tidaklah waktu tergelincir matahari tiba padanya melainkan pasti dia berdiri untuk mengerjakan shalat.”
Dari Abu Mushir, dia mengatakan, “Al-Auza’i tidak pernah melihat menangis sama sekali dan tidak pula terlihat tertawa hingga terlihat gigi-gigi gerahamnya. Dia hanyalah terkadang tersenyum sebagaimana (ajaran syariat yang) diriwayatkan dalam hadits. Dia biasa menghidupkan malam dengan shalat, bacaan al-Quran dan tangisan. Sikap wara yang dimiliki oleh Abdurrahman bin Amr Al-Auza’i terekam oleh Ahmad bin Abu al-Hawari yang mengatakan, aku mendapatkan kabar bahwa seorang Nasrani pernah memberi hadiah kepada Al-Auza’i sewadah madu seraya mengatakan kepadanya, “Wahai Abu Amr, apakah engkau mau menulis untukku kepada wali kota Ba’labak?” Dia menjawab, “Jika engkau mau, aku kembalikan wadah ini, dan aku tulis untukmu. Jika tidak, aku terima wadah itu, dan tidak aku tulis untukkmu” Al-Auzai pun mengembalikan wadah itu, dan menulis untuknya, lalu sang walikota membebaskan upeti tiga puluh dinar darinya.” Itulah bentuk kewaraan Al-Auza’i.
Kemudian dari Sa’id bin Salim, sahabat al-Auza’i dia mengatakan, “Abu Marhum datang dari Makkah untuk menemui al-Auza’i, lalu dia menghadiahkan harta benda kepadanya, maka dia mengatakan, “Jika engkau mau, aku terima hadiahmu, dalam keadaan tanpa mendengar satu huruf pun dariku. Jika engkau suka, bawalah hadiahmu dan dengarkanlah.
Nasihat Al-Auza’i
Nasihat Al-Auza’i yang menyentuh jiwa adalah perkataannya dalam sebuah surat untuk saudaranya yang berisi : “Amma ba’du. Sesunguhnya engkau dikepung dari segala arah, dan ketahuilah bahwa engkau diperjalankan dalam setiap hari dan malam. Maka takutlah kepada Alloh dan saat berdiri di hadapan-Nya, serta hendaklah itu menjadi akhir perjanjianmu dengan-Nya. Wassalam.”
Ujian Al-Auza’i
Perjuangan Al-Auzai adalah menghadapi raja yang diktator, penumpah darah dan keras kepala, kendati demikian Imam Al-Auza’i menerangkan kebenaran kepadanya dan tidak bersikap munafik di hadapan para umara’ yang menyuruh mereka agar bertakwa kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan bertawadhu. Dari Abdul Hamid bin Bakkar, dia mengatakan, Ibnu Abu al-Isyrin (murid utama al-Auza’i) menuturkan kepada kami, “Aku mendengar seorang amir (pejabat) di as-Sahil mengatakan, ‘Semoga Alloh merahmatimu, wahai Abu Amr (al-Auza’i), sungguh aku jauh lebih takut kepadamu daripada kepada orang yang mengangkatku sebagai pejabat.
Wafatnya Al-Auza’i
Dari Muhammad bin Ubaid ath-Thanafisi, dia mengatakan, aku berada di sisi Sufyan ats-Tsauri tiba-tiba seorang laki-laki datang seraya mengatakan, “Aku melihat seakan-akan Raihanah dari Maghrib dicabut.” Dia mengatakan, “Jika mimpimu benar, maka sesunguhnya al-Auza’i telah meninggal.” Merekapun menulis hal itu, ternyata dia mendapati demikian pada hari itu.
Abu Mushir dan sejumlah orang lainya mengatakan, Abdurrahman bin Amr al-Auza’i menghebuskan nafas terakhirnya pada tahun 157 H. Sebagian mengatakan pada bulan Shafar.” Wallohu’alam
Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!