MUHAMMAD BIN ISMA’IL AL-BUKHARI
- Namanya Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah, kunyahnya adalah Abu Abdillah. Beliau dilahirkan di Bukhara pada hari Jum’at 13 malam yang terlewat dari bulan Syawal tahun 194 H.
- Al-Khatib al-Baghdadi menceritakan dari Abu Ja’far Muhammad bin Abu Hatim al-Warraq an-Nahwi, dia mengatakan, aku katakan kepada Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, “Bagaimana permulaan urusanmu dalam mencari hadits?” Dia mengatakan, “Aku diberi ilham untuk menghafalkan hadits, saat aku masih di bangku sekolah.” Aku bertanya, “Berapa usiamu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian aku lulus dari sekolah setelah ashar, lalu aku bolak-balik kepada orang dalam(keluarga)ku dan selainnya. Suatu hari seseorang mengatakan berkenaan dengan apa yang dengan apa yang dia baca di hadapan orang banyak, Sufyan, dari Abu az-Zubair, dari Ibrahim, ‘Maka aku katakan, ‘Wahai Abu Fulan, sesungguhnya Abu az-Zubair tidak pernah meriwayatkan dari Ibrahim. ‘Dia pun membentakku. Maka aku katakan kepadanya, ‘Rujuklah pada buku panduan, jika engkau memilikinya. ‘Dia pun masuk melihatnya, kemudian dia keluar seraya berkata kepadaku, ‘Bagaimana ia, wahai anakku?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah az-Zubair bin Adi dari Ibrahim.’ Dia pun mengambil pena dariku, dan membetulkan tulisannya, seraya mengatakan, ‘Engkau benar.’ Sebagian sahabatnya (al-Bukhari) bertanya, ‘Saat usia berapakah engkau menyanggahnya?’ Dia menjawab, ‘Berusia dua belas tahun. Ketika aku berusia 16 tahun, aku telah hafal kitab Ibnul Mubarak dan Waki’, serta aku mengetahui ucapan mereka.”
- Awal perjalanan menuntut ilmu al-Bukhari yang pertama adalah ke Mekkah bersama ibu dan saudara sambil berhaji pada usia 16 tahun, lalu ke Madinah, Bashrah, Kufah, Baghdad, Syam, Mesir, al-Jazirah, Khurasan. Muhammad bin Abu Hatim dari Sulaim mengatakan, “Aku tidak pernah dengan mataku sejak 60 tahun ada orang yang lebih fakih, wara’, dan lebih zuhud dari Muhammad bin Isma’il. Al-Hafidz menceritakan, “Al-Bukhari pergi bolak-balik pergi bersama kami untuk mendengarkan hadits, saat dia masih kecil belum bisa menulis. Hingga ketika telah berlangsung beberapa hari, kami mengatakan kepadanya, maka dia mengatakan, ‘kalian telah menulis lebih banyak dari padaku, maka tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis.’ Kami pun mengeluarkan apa yang kami miliki, maka dia menambah 15.000 hadits. Dia membaca seluruhnya dengan hafalan, hingga kami mengukuhkan kitab kami dari hafalannya. Kemudian dia mengatakan, ‘Apakah kalian menganggap aku pulang pergi dengan percuma dan menyia-nyiakan hari-hariku?’ Kami pun tahu bahwa tidak ada seorang pun yang mengunggulinya.”
- Sekretaris al-Bukhari mengatakan, “Dia sering berkendara untuk melakukan panahan. Selama aku menyertainya, aku tidak pernah sama sekali melihatnya membidik anak panahnya salah sasaran, kecuali dua kali…” At-Tirmidzi mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang pun di Irak atau Khurasan, berkenaan dengan pengetahuan tentang ilal, tarikh, dan pengetahuan tentang sanad, yang lebih mengerti daripada Muhammad Isma’il. Ahmad bin Ishaq ar-Rasmari mengatakan, “Barangsiapa ingin melihat orang yang faqih dengan sebenarnya, maka lihatlah Muhammad bin Isma’il.”
- Adz-Dzahabi mengatakan, “Dia benar. Siapa saja yang memperhatikan kata-katanya berkenaan dengan al-jarh wa at-ta’dil, maka dia tahu sikap wara’nya dalam membicarakan manusia, dan objektivitasnya berkenaan dengan orang yang dinilainya dha’if. Paling maksimal dia mengatakan ‘munkaru hadits’, mereka mendiamkannya, perlu diteliti kembali,’ dan semisalnya. Jarang sekali dia mengatakan ‘pendusta atau memalsukan hadits.’ Sampai-sampai dia mengatakan, ‘jika aku mengatakan, ‘si fulan haditsnya perlu ditinjau kembali (fulan fi haditsihi nazhar),’ maka dia adalah tertuduh dusta lagi lemah. Inilah makna perkataannya, ‘semoga Alloh tidak menghisabku bahwa aku telah menggunjing seseorang.’ Ini, demi Alloh, adalah puncak sika wara’. Adapun karya-karyanya adalah diantaranya: (a) Al-Jami’ ash-Shahih, yang diberi nama al-Jami’ ash-Shahih al-Musnad min Hadits Rasulillah ShallAllohu ‘alai wa Sallam wa Sunanihi wa Ayyamihi. (b) At-Tarikh al-Kabir, yang ditulis ketika berusia 18 tahun, pada malam-malam purnama mesjid Nabawi. (c) At-Tarikh al-Ausath. (d) At-Tarikh al-Shaghir. (e) Khalq Af’al al’Ibad. (f) Kitab adh-Dhu’afa’ ash-Shaghir. (g) Al-Adab al-Mufrad. (h) Juz Raf’u al-Yadain. (i) Juz Qira’ah Khalf al-Imam. (j) Kitab al-Kuna. Dan beliau masih banyak memiliki kitab-kitab yang lainnya yang masih dalam bentuk manuskrip dan ada juga yang hilang. Di antaranya: Kitab al-Mabsuth, Birr al-Walidain, al-Asyribah, dan lain-lain.
- Al-Hafizh adz-Dzahabi meriwayatkan, Al-Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari wafat pada malam Sabtu, malam Idul Fitri ketika shalat isya, dan dimakamkan pada hari Idul Fitri setelah shalat dhuhur, pada tahun 265 H, di usianya yang ke 62 tahun kurang 13 hari.