IBNU MANDAH

Ibnu Mandah - www.takrimulquran.org

Ibnu Mandah

Nama, Nasab dan Kelahiran

Beliau adalah al-Hafidz dan imamnya para imam-imam hadits, orang yang tsiqoh dalam meriwayatkan hadits. Diceritakan bahwa beliau telah menulis hadits dari 1.700 syaikh. Beliau adalah Muhammad bin Abi Ya’qub Ishaq bin Muhammad Bin Yahya bin Mandah. Adapun Nama Mandah adalah Ibrahim bin al-Walid bin Sandah bin Bathah bin Astandar bin Jihaz bin Bakht. Menurut suatu pendapat, bahwasanya nama Astandar ini adalah Fairuzan. Pada awalnya Fairuzan adalah seorang Majusi. Dia memeluk agama Islam setelah para shahabat Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam membuka daerah Asfahan dengan menjadikan Abul Qais sebagai pemegang kendali pemerintahan. Abul Qais mempercayakan kepada Fairuzan untuk mengawasi para pekerja Ashfahan. Dia seorang budak Asfahan yang hafidz dan mempunyai banyak karya atau karangan.Ibnu Mandah lahir pada tahun 310 H atau 311 H. 

Sanjungan Ulama Terhadapnya

Al-Hakim berkata: “Aku telah bertemu dengan Ibnu Mandah di Bukhara pada tahun 361H. Sunguh pada pertemuan itu tampak perubahan pada dirinya, yaitu kemajuan yang pesat. Pada tahun 375H, dia datang menemuiku di Naisabur, sewaktu ia akan kembali ke negerinya, maka Syaikh kami, Abu Ali Al-Hafizh berkata: “Banu Mandah (keturunan mandah) adalah orang-orang yang hafizh yang paling pandai di dunia sejak dahulu kala hingga sekarang. Tidakkah kalian memperhatikan lembaran catatan Abu Abdillah?”. Banyak yang mengutip dari pekataan Abu Ishaq Ibnu Mandah, bahwasanya ia berkata: “Aku belum menjumpai orang yang sepadan dengan Abdillah bin Mandah”. Ahmad bin Ja’far al-Hafizh berkata: “Aku telah menulis lebih dari seribu syaikh, akan tetapi aku belum menemukan orang pun yang lebih hafizh dari pada Ibnu Mandah”. 

Baca Artikel Lainnya!

Keluasan Ilmu

Adz-Dzahabi berkata: “Aku belum pernah mengetahui ada orang yang lebih luas pengembaraannya, memiliki banyak hadits, hafizh dan tsiqah melebihi Ibnu mandah”. Disampaikan kepada kami bahwa jumlah guru beliau sebanyak 1.700 orang. Dia telah meriwayatkan hadits dengan cara ijazah dari Abdurahman bin Abi Hatim, Abu Al-Abbas bin Uqbah, Fadhl bin al-Hushaib. Sekelompok ulama telah mengijazahkan hadits kepada Banu Mandah karena kepercayaan mereka kapada ayah Ibnu Mandah dan keluarganya. Ja’far bin Muhammad Al-Mustaghfiri berkata: “Aku belum pernah melihat seorang yang lebih hafizh dari pada Abdullah bin Mandah. Suatu hari aku bertanya kepadanya: “berapa hadits yang telah kamu dengar dari para Syaikh? Ibnu Mandah menjawab: “Lima ribu “ma”. Adz-Dzahabi berkata: “Besarnya “ma” itu kurang lebih sama dengan dua jilid kitab atau satu jilid kitab yang besar”. 

Perjalanan mencari ilmu

Al-Hakim berkata; “Ibnu Mandah pertama kali melakukan perjalanan mencari ilmu ke Irak pada tahun 339 H, lalu ia ke Syam dan selanjutnya ia bermukim di Mesir selama beberapa tahun, dia menulis sejarah dan nama para syaikh”. Al-Bathirqani berkata: “Aku telah mendengar Abu Abdillah berkata; “Aku telah dua kali mengelilingi wilayah Islam di Barat dan di timur”. Adz-Dzahabi berkata; “Abu Abdillah bin Mandah telah menghabiskan usianya untuk melakukan perjalanan mencari ilmu lebih dari tiga puluh tahun. Mungkin dia bermukim sementara waktu di daerah wara’ an-nahri karena membawa barang dagangan lalu pulang kembali ke negrinya. Sampai pada usia yang mencapai tujuh puluhan, dia dikaruniai empat orang putra, yaitu: Abdurahman, Ubaidillah, Abdurrahim dan Abdul Wahab”. 

Karya-karya beliau

Adz-Dzahabi berkata; “Abu Abdillah (Ibnu Mandah) mempunyai karya yang berjudul Al-Iman dalam satu jilid besar, kitab An-Nafs wa Ar-Ruh dan kitab Ar-Radd ‘ala Al-Lafzhiyah”. Jika Ibnu Mandah mencantumkan hadits di dalam kitabnya dan dia tidak memberikan komentar, maka hadits tersebut menurutnya adalah Jayyid (bagus). Sedangkan jika Abu Abdillah menjadikannya beberapa bab dan membahasnya, berarti di situ terdapat beberapa hal yang perlu diluruskan. Letak kesalahan yang dilakukan Ibnu Mandah dan kesalahan Abu Nu’aim adalah meriwayatkan hadits yang saqithah (jatuh) dan hadits maudhu’ (hadits palsu) tanpa mengoreksi dan menjelaskannya. 

Wafatnya

Abu Nu’aim dan yang lainnya berkata; “Ibnu Mandah meninggal pada akhir bulan Dzulqa’dah 395H.”

Wakaf Al-Qur’an untuk Pesantren, TPQ dan Masjid di Pelosok

error: Content is protected !!