AHMAD BIN HANBAL
- Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakr bin Wa’il bin Qasith bin Hinb bin Qushai bin Du’mi bin Judailah bin Asad bin Rabi’ah bin Nizar bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada Nizar. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 H.
- Al-Ulaimi mengatakan, “Tanda-tanda kejeniusan tampak darinya pada masa-anak-anak. Hafalan ilmunya pada zaman itu sedemikian melimpah, dan pengetahuannya tentang hal itu sangat banyak. Terkadang dia ingin berpagi-pagi mencari hadits, tapi ibunya memegang pakaiannya seraya mengatakan, ‘Hingga orang-orang mengumandangkan adzan (Shubuh), atau hingga mereka berada di pagi hari.’ Dia melakukan banyak perjalanan untuk menuntut ilmu ke berbagai negeri: Kufah, Bashrah, Hijaz, Makkah, Madinah, Yaman, Syam dan daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah pantai, Maghrib, al-Jazair, dua Efrat, tanah Persia, negeri Khurasan, perbukitan, berbagai sudut, dan selainnya.”
- Al-Khatib meriwayatkan dari al-Madini, “Sesungguhnya Alloh telah memuliakan agama ini dengan dua orang, tiada yang ketiga, yaitu Abu Bakar pada saat terjadi kemurtadan, dan Ahmad bin Hambal pada saat terjadi mihnah (ujian). Ishaq bin Hani mengatakan, “Suatu hari aku berangkat pagi-pagi untuk membacakan padanya kitab az-Zuhd, lalu aku membentangkan tikar untuknya dan bantal. Dia pun memandang tikar dan bantal seraya berkata, ‘Apakah ini?’ Aku menjawab, ‘Agar engkau duduk di atasnya.’ Dia mengatakan, ‘Angkatlah! (kitab) az-Zuhd tidak pantas (dibahas) kecuali dengan sikap zuhud.’ Aku pun mengangkatnya, dan dia duduk di atas tanah.” Lalu Qutaibah bin Sa’id mengatakan, “Seandainya bukan karena Ahmad, niscaya wara’ telah mati.” Dari Abu Dawud as-Sijistani, dia mengatakan, “Ahmad bin Hanbal tidak pernah larut dalam membicarakan sesuatu sebagaimana yang dilakukan banyak orang berupa pembicaraan tentang urusan dunia. Jika ilmu disebutkan, maka ia berbicara.” Dari Abdul Malik al-Maimuni, dia mengatakan, “Mataku tidak penah melihat orang yang lebih utama dari pada Ahmad. Aku tidak pernah melihat seorang ahli hadits yang lebih mengagungkan hal-hal yang dimuliakan Alloh dan Sunnah Nabi-Nya, -ketika Sunnah tersebut shahih dari beliau- dari pada Ahmad.”
- Imam Ahmad mengatakan, “Tidaklah aku menulis satu hadits pun dari Nabi melainkan (pasti) aku telah mengamalkannya, hingga aku menjumpai hadits, “Sesungguhnya Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, berbekam dan memberikan satu dinar kepada yang membekam satu dinar.” Maka aku memberikan satu dinar kepada tukang bekam tersebut,” lalu beliau memperistri budak dan bersembunyi (tidak menampakkaan diri) selama tiga hari (untuk mengikuti sunnah).”
- Pada masa akhir kekuasaan al-Ma’mun yang kala itu condong kepada faham madzhab Mu’tazilah yang meyakini kemakhlukan al-Qur’an. Maka al-Makmun memaksakan faham tersebut kepada para qadhi dan ulama, lalu al-Ma’mun pun memaksanya dengan kearas sehingga sebagian besar mereka pun terpaksa menerimanya. Sementara Ahmad menolaknya, sehingga kemarahannya pun semakin menjadi. Lalu Ahmad pun ditangkap dan diancam untuk dibunuh, lalu Imam Ahmad memanjatkan doa kepada Alloh agar tidak dipertemukan dengan Khalifah. Tetkala dia sedang di jalan, maka tiba-tiba ada kabar bahwa khlifah sudah meninggal. Tidak berhenti sampai di situ, kekuasaan pun diteruskan oleh al-Mu’tashim, pada pertengahan bulan Ramadhan 218 H, beliau dicambuk di hadapannya dan dipukuli dengan sangat keras oleh para algojo. Imam Ahmad dikeluarkan dari penjara pada pertengahan Ramadan tahun 228 H.
- Adz-Dzahabi mengatakan, Ibnu al-Jauzi mengatakan, “Sang Imam ini tidak memandang bolehnya menulis kitab-kitab. Dia melarang kata-kata dan masa’ilnya ditulis. Andaikata dia memandang bolehnya melakukan hal itu, niscaya dia memiliki banyak karya tulis. Dia menyusun al-Mushannaf yang berisi 30.000 hadits. Dia mengatakan kepada putranya Abdullah, ‘Hafalkanlah al-Musnad ini,’ karena ia kelak akan menjadi imam bagi manusia. Juga at-tafsir yang berisikan 120.000 (atsar), an-Nasikh wal Mansukh, at-tarikh, Hadits Syu’bah, al-Muqaddam wa al-Mu’akhkhar fi al-Qur’an, al-manasik, al-Kabir wa ash-Shaghir, dan banyak yang lainnya. Adapun diantara syairnya adalah: Kelezatan lenyap dari orang yang telah mengambil kenikmatannya dari keharaman, sedangkan dosa dan aib masih tetap ada, Akibat buruk dari perbuatan itu masih tetap ada, tidak ada kebaikan pada kenikmatan yang setelahnya adalah neraka. Dari Hanbal bin Ishaq, Imam Ahmad berkata, “Makanlah bersama saudara-saudara dengan kegembiraan, bersama kaum fakir dengan mendahulukan mereka, dan bersama orang yang suka dunia dengan menjaga kepribadian.”
- Putranya, Abdullah mengatakan, “Aku mendengar ayahku mengatakan, “Aku genap 77 tahun’, lalu beliau terkena demam pada malam harinya, dan meninggal pada hari kesepuluh pada bulan Rabi’ul Awwal tepatnya pada tahun 241 H.