ALI BIN AL-MADINI

Gambar. Ali bin Al-Madini - www.takrimulquran.org

ALI BIN AL-MADINI

  1. Beliau lahir pada tahun 161 H, di Bashrah. Namanya adalah Ali bin Abdullah bin Ja’far bin Najih bin Bakar bin Sa’ad as-Sa’di, maula mereka, al-Bashri, mantan sahaya Urwah bin Athiyyah as-Sa’di. Kunyahnya adalah Abu al-Hasan, dan ayahnya adalah ahli hadits masyhur tapi lemah haditsnya.
  2. Ikramullah mengatakan, “Tampak jelas bahwa sebagian besar karya tulis Ali bin al-Madini masih belum ditemukan, sebagaimana keadaan banyak dari peninggalan karya ilmiah kita di masa lalu, sedangkan karya-karyanya yang masih ada sangat sedikit bila dibandingkan dengan yang hilang.”
    Di antara karyanya adalah:
    • Ilal al-Hadits wa Ma’rifah ar-Rijal
    • Tasmiyah man Rawa anhu min Aulad al-Asyrah wa Ghairihim min Ashhab Rasulillah
    • Abwab as-Sajdah
    • Su’alat Ibn al-Madini li Yahya bin Sa’id al-Qaththan
    • Ikhtilaf al-Hadits
    • Asbab an-Nuzul
    • Al-Asami al-Syadzadzah
    • Al-ikhwah wa al-Akhawat
    • At-Tarikh
    • Al-Asma wa al-Kuna, dan lain-lain.
  3. Syaikhnya, Yahya bin Sa’id al-Qaththan mengatakan, “Orang-orang mencelaku karena dudukku bersama Ali lebih banyak daripada dia belajar dariku.” Syaikhnya, Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Sungguh aku sendiri benar-benar tidak suka duduk di majelis bersama kalian sejak enam puluh tahun. Seandainya bukan karena Ali bin al-Madini, niscaya aku tidak duduk.” Al-Bukhari berkata, “Aku tidak pernah menganggap diriku kecil di sisi seorang pun kecuali di hadapan Ali bin al-Madini.” Abu Dawud berkata, “Ali bin al-Madini lebih tahu tentang ikhtilafulhadits (perselisihan hadits) daripada Ahmad.” Dari Muhammad bin Ishaq as-Siraj, dia mengatakan, “Aku mendengar Muhammad bin Isma’il al-Bukhari mengatakan, saat aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang engkau inginkan?’ Dia menjawab, ‘Aku ingin pergi ke Irak, sedang Ali bin al-Madini masih hidup, lalu aku duduk di majelisnya.”

Baca Artikel Lainnya!

  1. Al-Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi mengatakan, “Ma’rifat illah hadits adalah ilmu yang terbesar dari ilmu-ilmu ini, dan Imam Ali al-Madini adalah imam pembawa panji sunnah yang cemerlang. Dialah orang yang paling tahu tentang ilal hadits dibandingkan dengan para sejawatnya. Ilmu ini adalah sesuatu yang paling detil dalam ilmu dirayah. Setiap kali para imam terkemuka membicarakan tentang ilal hadits, maka mereka menyebut nama Ibnu al-Madini di permulaan mereka.” Ahmad Syakir mengatakan, “Cabang ilmu ini adalah cabang ilmu hadits yang paling detil dan paling rumit, bahkan ia adalah pokok ilmu hadits dan yang paling mulia. Dan tidak mungkin dikuasai kecuali oleh orang-orang yang memiliki hafalan, pengalaman, dan pemahaman yang jeli. Karena itu, hanya sedikit orang yang membicarakannya, seperti Ibnu al-Madini, Ahmad, al-Bukhari, Ya’qub bin Syaibah, Abu Hatim, Abu Zur’ah, dan ad-Daruquthni.”
  2. Ketika adz-Dzahabi hendak memuji Ahmad bin Hanbal, dia mengatakan, “Demi Alloh, sungguh dia telah mencapai fikih secara khusus, sekedudukan dengan al-Laits Malik, asy-Syafi’i, dan Abu Yusuf, sedangkan dalam zuhud dan wara’ sekedudukan dengan al-Fudhail dan Ibrahin bin Adham, dan dalam hafalan sekedudukan dengan Syu’bah, Yahya al-Qaththan, dan Ibnu al-Madini.”
  3. Ali bin al-Madini termasuk di antara ulama yang mendapat ujian berat yaitu fitnah “khalqulqur’an”. Beliau menghadapi ujian berat tersebut tampaknya disikapi dengan gigih dan kuat seperti halnya para imam yang lain, akan tetapi dikala ujian tersebut semakin memberat, seperti ancaman yang sangat keras, dan dimasukkan ke dalam penjara, maka beliau dengan terpaksa mengucapkan sedikit sesuatu pada penguasa. Tetapi dalam kenyataannya beliau melakukan hal itu secara zahirnya, sedangkan hatinya tidak tenteram karenanya. Dan dia telah menyesal dan bertaubat, menyatakan dengan tegas berpegang teguh pada pendapat Ahlus Sunnah, dan mengkafirkan siapa saja yang menyatakan tentang “kemakhlukan al-Qur’an. Muhammad bin Utsman bin Abu Syaibah mengatakan, “Aku mendengar Ali al-Madini mengatakan dua bulan sebelum kematiannya, ‘Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk. Barangsiapa mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia kafir.”
  4. Imam al-Bukhari mengatakan bahwa, “Ali al-Madini meninggal pada hari senin, dua hari yang yang tersisa dari bulan Dzulqa’dah, pada tahun 234 H. Demikian pula disebutkan dalam ath-Thabaqat al-Kubra, karya Ibnu Sa’ad. Inilah yang sejalan dengan apa yang mereka sampaikan tentang usianya, karena mereka mengatakan bahwa dia meninggal dalam usia 73 tahun. Wafatnya di kamp pasukan, kota Surra Man Ra’a.

Wakaf Al-Qur’an untuk Pesantren, TPQ dan Masjid di Pelosok

You cannot copy content of this page