Berkata Al Fairuz Abadi dalam kamus Al Muhith bahwaا لر قية dengan didhammah artinya berlindung diri. Bentuk jamaknya adalah ر قى . Berkata Al Fayumi dalam “Al Mishbah Al Munir” ر قى رقيا dari bab ر مى yang artinya berlindung diri kepada Allah Subhaanahu wata’ala.
Berkata Ibnul Atsir dalam ” An Nihayah fii Ghariibi Al Hadits ” (2/254) bahwa Ruqyah artinya berlindung diri dimana orang yang memiliki penyakit itu diruqyah seperti demam dan kerasukan serta penyakit-penyakit lainnya. Disebutkan dalam “Lisan Al Arabi” (5/293): ا لعوذة (berlindung diri), bentuk jamaknya adalahر قي dan bentuk masdar (dasarnya) adalah ر قيا و ر قية و ر قيا jika dia berlindung diri dengan cara meniupkan.
Sedangkan definisi ruqyah secara istilah (syar’i) adalah berlindung diri dengan ayat-ayat Al Qur’an dan dzikir-dzikir serta doa-doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam.
Ruqyah syar’i memiliki beberapa syarat yang disebutkan oleh para ulama untuk membedakannya dengan ruqyah ruqyah yang bid’ah dan syirik. Bahkan mereka (para ulama, pen) telah bersepakat tentang syarat-syarat berikut ini : Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam“Fathul Bari” (10/240) :
SYARAT-SYARAT RUQYAH SYAR’I
Para ulama telah bersepakat tentang bolehnya meruqyah jika terkumpul 3 syarat, yaitu :
1. Ruqyah tersebut dilakukan dengan menggunakan kalamullah Subhaanahu wata’ala, dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya.
2. Ruqyah dilakukan dengan menggunakan bahasa arab atau dengan sesuatu yang diketahui maknanya dari selain bahasa arab.
3. Meyakini bahwa ruqyah itu tidak memberikan pengaruh dengan sendirinya tetapi dengan izin AllahSubhaanahu wata’ala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah memiilki perkataan yang sangat bagus tentang masalah ini. Beliau berkata sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu Fatawa” (24/277-278) : “Adapun mengobati orang yang kerasukan jin dengan menggunakan ruqyah dan berlindung diri kepada Allah Subhaanahu wata’ala ini memiliki 2 sisi :
– Jika ruqyah dan permintaan perlindungan diri ini dilakukan dengan sesuatu yang diketahui maknanya dan dengan sesuatu yang dibolehkan dalam Islam dimana seseorang boleh mengucapkan kalimat tersebut, berdoa kepada Allah Subhaanahu wata’ala serta dzikir kepada-Nya dan Allah Subhaanahu wata’alamembolehkan untuk melakukannya. Jika demikian keadaannya, maka boleh bagi dia untuk meruqyah orang yang kerasukan dengan menggunakan cara-cara ini.
Telah tsabit dalam Ash Shahih dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam bahwa beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam membolehkan untuk meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.” Beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
من استطاع منكم أن ينفع أخاه فليفعل
” Barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk memberikan manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah.”.
– Jika dalam meruqyah itu terdapat kalimat-kalimat yang diharamkan seperti kalimat yang mengandung kesyirikan atau kalimat tersebut tidak diketahui maknanya dan kemungkinan mengandung kekufuran, maka tidak boleh bagi seseorang untuk meruqyah, tidak boleh berkeinginan keras dan tidak boleh pula bersumpah untuk menggunakan kalimat tersebut walaupun kadang-kadang jinnya benar-benar keluar dari orang yang kerasukan. Karena sesungguhnya apa-apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu wata’aladan RasulNya Shallallohu ‘alaihi wasallam itu lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berkata sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu Fatawa” (19/13): “Oleh karena itu, para ulama kaum muslimin melarang meruqyah dengan sesuatu yang tidak diketahui maknanya karena hal ini merupakan sebab terjatuhnya seseorang ke dalam kesyirikan walaupun orang yang meruqyah itu tidak mengetahui bahwa itu kesyirikan.” Beliau juga berkata dalam “Iqtidha Ash Shirat Al Mustaqiim” (1/519): “Jika makna sesuatu itu tidak diketahui, maka kemungkinan itu adalah makna yang haram sehingga seorang muslim tidak diperbolehkan untuk mengucapkan sesuatu yang tidak diketahui maknanya. Oleh karena itu dibenci meruqyah dengan menggunakan bahasa Ibrani atau Suryani dan selainnya karena dikhawatirkan di dalamnya mengandung makna yang tidak diperbolehkan.”
Berkata An Nawawi dalam Shahih Muslim (14/141-142): “Merupakan satu pujian jika seseorang meninggalkan untuk meruqyah dengan menggunakan kalimat-kalimat kekufuran, meruqyah dengan kalimat-kalimat asing, meruqyah dengan menggunakan selain bahasa arab atau menggunakan sesuatu yang tidak diketahui maknanya. Semua ini tercela, karena ada kemungkinan maknanya adalah kekufuran, mendekati kekufuran atau makruh. Adapun meruqyah dengan ayat-ayat Al Qur’an dan dzikir-dzikir yang diketahui ini tidak dilarang, bahkan sunnah. Sungguh telah dinukilkan ijma ulama tentang bolehnya meruqyah dengan ayat-ayat Al Qur’an dan dzikir-dzikir kepada Allah Subhaanahu wata’ala.
Demikian pula telah disebutkan dalam ijma ulama bahwa ruqyah itu tidak disyariatkan jika mengandung sesuatu yang menyelisihi syariat yang suci. Oleh karena itu, hendaknya para peruqyah diberi peringatan dengan peringatan yang keras untuk tidak meruqyah dengan ruqyah yang tidak disyariatkan dan berhati-hati dari meminta untuk diruqyah dengan ruqyah yang tidak syar’i seperti ruqyahnya pada tukang sihir, dajjal dan ahli bid’ah yang sesat.
Sumber : http://minyakzaitunruqyah.com