Islam telah mengatur semua aspek kehidupan manusia khususnya kaum muslim, Islam adalah agama yang sempurna dan agama yang menjunjung tinggi adab-adab, baik itu adab antara Alloh dengan makhluknya dan sebaliknya serta adab ke sesama makhluk, ini menunjukkan tidak selayaknya kitab yang dipegang sebagai pedoman hidup umat muslim diperlakukan seenaknya seperti disimpan disembarang tempat, hanya dijadikan sebagai pajangan rumah apalagi dibuang ke tempat-tempat yang sangat tidak layak bagi al-Qur’an.
Dalam memperlakukan al-Qur’an harus dengan adab karena al-Qur’an adalah kalaumulloh yang agung. Dari mulai cara kita membawanya, menaruhnya, membacanya bahkan ketika mushaf tersebut sudah rusakpun terdapat adab yang perlu diketahui. Al-Qur’an tidak bisa disamakan dan tidak mungkin bisa disamakan dengan bacaan-bacaan yang lainnya, al-Qur’an adalah petunjuk hidup manusia.
Bayangkan jika kita membuang al-Qur’an ke sembarang tempat ini akan menyebabkan hal-hal yang tidak dinginkan seperti tercampurnya dengan kotoran-kotoran, terinjak-injak dijalanan, hal ini sangat membuat miris dan sakit hati sekali bagi orang-orang yang mengimaninya.
Mengenai adab membuang al-Qur’an yang sudah rusak disini terdapat beberapa ulama yang berbeda pendapat:
- Mushaf bekas sebaiknya dikubur. Ini sesuai dengan penjelasan madzab Hanafi dan Hambali.
Al Hasfaki, ulama madzhab Hanafi mengatakan,
الْمُصْحَفُ إذَا صَارَ بِحَالٍ لَا يُقْرَأُ فِيهِ : يُدْفَنُ ؛ كَالْمُسْلِمِ
“Mushaf yang tidak lagi bisa terbaca, dikubur, sebagaimana seorang muslim.” (ad-Dur al-Mukhtar, 1:191).
Ulama lain yang memberikan catatan kaki untuk ad Dur al Mukhtar mengatakan,
أي يجعل في خرقة طاهرة ، ويدفن في محل غير ممتهن ، لا يوطأ
Maksudnya, lembaran mushaf itu diletakkan di kain yang suci, kemudian dikubur di tempat yang tidak dihinakan (seperti tempat sampah), dan tidak boleh diinjak.
Al Bahuti mengatakan,
“Jika ada mushaf Al-Qur’an yang sudah usang maka dia dikubur, berdasarkan ketegasan dari Imam Ahmad. Imam Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauza mushafnya telah usang. Kemudian beliau menggali di tanah masjidnya lalu menanamnya dalam tanah.” [ Kasyaf al Qana’, 1:137 ]
Hal ini pula yang difatwakan Syaikhu Islam,
وأما المصحف العتيق والذي تَخرَّق وصار بحيث لا ينتفع به بالقراءة فيه ، فإنه يدفن في مكان يُصان فيه ، كما أن كرامة بدن المؤمن دفنه في موضع يصان فيه
Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi. Sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi ( bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak ) [ Majmu’ Fatawa, 12:599 ]
- Dengan cara dibakar
Ini merupakan pendapat dari Malikiyah dan Syafi’iyah. Hal ini berdasarkan tindakan khalifah Utsman bin Affan yang memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf al-Qur’an yang dimiliki semua sahabat karena beliau sudah membuat mushaf induk yang sampai sekarang kita dapat membacanya dan biasa disebut dengan mushaf utsmani, hal ini dilakukan karena kekhawatiran akan terjadi perpecahan umat disebabkan adanya orang-orang yang tidak memahami perbedaan cara bacaan al-Qur’an.
Salah satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan,
أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد
Ketika Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya [ HR. Abu Bakr bin Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41 ]
Diantara tujuan membakar al-Qur’an yang sudah usang adalah untuk mengamankan firman Alloh dan nama Dzat Yang Maha Agung dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat sampah atau yang lainnya.
وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض
Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Al-Qur’an, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Alloh ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Alloh dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah [ Syarh Shahih Bukhari, 10:226 ]
Dan ada beberapa ulama mengenai adab terhadap mushaf yang sudah rusak dan tidak dapat dipakai dengan layak,
As Suyuti menjelaskan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan,
إذا احتيج إلى تعطيل بعض أوراق المصحف لبلى ونحوه ، فلا يجوز وضعها في شق أو غيره ؛ لأنه قد يسقط ويوطأ ، ولا يجوز تمزيقها لما فيه من تقطيع الحروف وتفرقة الكلم ، وفي ذلك إزراء بالمكتوب … وإن أحرقها بالنار فلا بأس ، أحرق عثمان مصاحف كان فيها آيات وقراءات منسوخة ولم ينكر عليه
Jika dibutuhkan untuk menghancurkan sebagian kertas mushaf karena sudah usang atau sebab lainnya maka tidak boleh diselipkan di tempat tertentu, karena bisa jadi terjatuh dan diinjak. Tidak boleh juga disobek sobek, karena akan memotong motong hurufnya tanpa aturan dan merusak tatanan kalimat, dan semua itu termasuk sikap tidak menghormati tulisan Al-Qur’an… jika dibakar dengan api, hukumnya boleh. Utsman membakar mushaf yang ada tulisan ayat al-Qur’an dan ayat yang telah dinasakh (dihapus), dan tidak ada yang mengingkari beliau [ al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, 2:459 ].
Ibnu Utsaimin mengatakan,
التمزيق لابد أن يأتي على جميع الكلمات والحروف ، وهذه صعبة إلا أن توجد آلة تمزق تمزيقاً دقيقاً جداً بحيث لا تبقى صورة الحرف..
Menghancurkan mushaf harus sampai lembut, sehingga hancur semua kata dan huruf. Dan ini sulit, kecuali jika ada alat untuk menghancurkan yang lembut, sehingga tidak ada lagi tulisan hurup yang tersisa… [ Fatawa Nur ala ad-Darbi, 2:384 ]
Dua pendapat yang tertulis diatas dengan ini kita mengetahui bahwa keduanya memiliki hujjah dan dalil yang kuat, dan yang pada intinya ada beberapa hal yang tidak pantas untuk dilakukan terhadap al-Qur’an yang sudah usang dan rusak:
- Tidak boleh merobeknya.
- Tidak diperbolehkan membuang selembar pun mushaf ke tanah atau ke tempat yang kotor
- Tidak boleh membuang ke tong sampah .
- Tidak boleh menyelipkan ke tempat tertentu karena akan dikhawatirakan terjatuh dan terinjak-injak.
Itulah beberapa perkataan para ulama secara ringkas terhadap lembaran-lembaran mushaf yang rusak dan tidak layak untuk dipakai. Terkadang membakarnya adalah cara yang paling mudah untuk itu dengan disertai niat yang baik dalam hal itu demi menjaga al Qur’an dan tidak menghinakan dan melecehkannya dan sesungguhnya amal perbuatan tergantung dari niatnya. Hal ini bisa dilihat didalam kitab Fatawa al Azhar juz IV hal 447.