Mengikhlaskan yang Dicintai, Pelajaran Besar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
Setiap kali Idul Adha tiba, hati kita selalu diingatkan kembali pada sebuah kisah pengorbanan luar biasa antara seorang ayah dan anak, kisah yang tak lekang oleh zaman. Ini bukan sekadar cerita lama, tapi pelajaran hidup yang sarat makna: kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putranya, Ismail.
Bayangkan, seorang ayah yang telah lama mendambakan keturunan. Di usia senja, doanya dijawab oleh Allah dengan kelahiran Ismail anak yang cerdas, saleh, dan penuh kasih. Namun, ketika Ismail mulai tumbuh dewasa, datanglah perintah dari Allah yang menggetarkan jiwa: sembelihlah anakmu sebagai bentuk ketaatan.
Taat Tanpa Syarat: Keteladanan Nabi Ibrahim
Mungkin bagi manusia biasa, perintah itu terasa tidak masuk akal. Tapi bagi Ibrahim, inilah ujian keimanan sejati. Tanpa ragu, ia sampaikan mimpi tersebut kepada Ismail. “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” (QS. As-Saffat: 102)
Jawaban Ismail sungguh menggetarkan hati, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Tidak ada tangisan, tidak ada protes. Yang ada hanyalah keikhlasan dari keduanya. Inilah bentuk cinta sejati—cinta yang bersandar penuh kepada perintah Tuhan.
Bukan Tentang Darah, Tapi Ketundukan
Ketika prosesi penyembelihan hampir dilakukan, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba. Allah ingin menunjukkan bahwa yang diinginkan bukan darah atau daging, melainkan ketaatan yang tulus dan keikhlasan hati.
Kisah ini bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk direnungkan. Dalam hidup kita sehari-hari, mungkin kita tidak diperintahkan untuk menyembelih anak. Tapi kita sering diminta untuk mengorbankan ego, melepas sesuatu yang kita cintai, atau menjalani keputusan sulit demi kebaikan yang lebih besar.
Inspirasi untuk Hidup Hari Ini
- Sudahkah kita ikhlas ketika harus merelakan sesuatu demi perintah Allah?
- Sudahkah kita mendidik anak-anak kita untuk mengenal makna ketaatan seperti Ismail?
- Apakah kita siap berkorban, meski kecil, demi sesama?
Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan. Tapi tentang menyembelih hawa nafsu, ego, dan cinta dunia yang berlebihan. Semangat kurban adalah semangat untuk tunduk, taat, dan memberi dengan hati.
Mari kita jadikan kisah Nabi Ibrahim dan Ismail sebagai cermin penguat iman dan motivasi untuk terus berbuat baik, walau itu sulit dan menyakitkan. Karena di balik pengorbanan, selalu ada hikmah yang indah dari Allah.
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. As-Saffat: 106)
Mengikhlaskan yang Dicintai, Pelajaran Besar dari Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail