Hakikat Istighfar. Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Alloh dengan tabiat yang tidak lepas dari kesalahan dan dosa. Tidak ada manusia yang suci dari dosa dan kesalahan kecuali rasululloh SAW karena beliau ma’sum (dijaga oleh Alloh SWT). Manusia memilki musuh-musuh yang selalu menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa. Selain setan ada musuh yang tidak kalah berbahaya yaitu nafsu yang ada dalam dirinya yang menghiasi dan memerintahnya berbuat kejelekan.
…إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (٥٣)
“… Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh rabb-ku” (Yusuf: 53)
Istighfar ialah bentuk masdar (kata dasar) dari istighfara-yastaghfiru. Unsur Pokoknya ialah ghafara, yang menunjukkan kepada sitru (hal menutupi). Maka Al-Ghufru berarti as-Sitru.
Adapun Al-Ghufru dan Al-Ghufran ialah bermakna sama. Sehingga dikatakan Ghafaralahu Dzanbahu Ghufran wamaghfiratan wa ghufranan.
Ar-Roghib berkata; “Al-Ghufru ialah mengenakan sesuatu yang dapat menjaganya dari kotoran hingga dikatakan ighfir Shaubaka fid du’aa (kenakanlah pakaianmu dalam berdoa). Sementara Al-Ghufran Wa maghfirah minallah berarti Dia menjaga hamba agar tidak disentuh oleh Adzab. Adapun Istighfar bermakna meminta hal tersebut, dengan ucapan dan perbuatan. Dikatakan pula, ighfiruu haadzal amra bi maghfiratihi. Artinya tutupilah ia dengan sesuatu yang wajib yang digunakan untuk menutupinya.
Di antara musuh manusia adalah setan; musuh bebuyutan yang senantiasa mengintai manusia untuk menyeretnya ke dalam lembah kebinasaan. Musuh manusia yang lain adalah hawa nafsu yang menghalang-halanginya dari agama Alloh. Dan termasuk musuhnya juga adalah dunia beserta segala tipuan dan keglamoran. Maka yang terpelihara adalah yang dipelihara oleh Alloh, yang melarangmu dari lalai dan jemu berbuat taat. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah,
“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, andai kalian tidakuat dosa, niscaya Alloh akan mewafatkan kalian dan mengganti kalian dengan kaum yang berbuat dosa, lalu mereka memohon ampun kepada Alloh, maka Alloh mengampuni mereka.”
1. Hakikat istighfar bukan hanya di lisan
Akan tetapi, ada satu masalah yang harus diperhatikan. Yaitu, banyak orang berkeyakinan bahwa istighfar dengan lisan, di mana ketika salah seorang mereka mengucapkan astaghfirulloh, ternyatan ucapan ini tidak memiliki pengaruh di hatinya, sebagaimana tidak terlihat pengaruhnya pada anggota badan. Istighfar seperti ini pada hakikatnya adalah perbuatan para pendusta.
Al-Fudhail bin iyadh berkata, “Istighfar yang tidak disertai dengan meninggalkan perbuatan dosa adalah taubat para pendusta.”Seorang shalih berkata, “Istighfar kita membutuhkan istighfar.”
2. Hakikat Istighfar (Tobat) Kaum Pendusta
Tabiat manusia adalah tidak ma’sum (suci) dari kesalahan dan perbuatan dosa. Disamping itu, musuhnya pun banyak. Salah satunya nafsu yang bertempat tinggal diantara dua sisinya yang menghiasi kejahatan sehingga terlihat baik dan memerintahkan untuk melakukannya.
Musuh manusia yang lain adalah syetan, sang musuh besar yang selalu menanti manusia untuk menggiringnya menuju sumber-sumber kebinasaan. Selain itu juga ahwa nafsu yang selalu menghalangi manusia dari jalan Allah. Serta dunia dan segala hal-hal yang menipu dan keindahannya.
Orang yang maksum ialah orang yang mendapat penjagaan Allah. Dia mencegah diri anda dari kelalaian, futur (kendur) dari ketaatan serta sikap meremehkan dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah.
Beliau juga bersabda didalam hadits lain;
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setia anak adam yang mmepunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan ialah orang-orang yang bertaubat.” (HR At-Tirmidzi)
Al-fudhail bin Iyadh berkata “beristighfar tanpa meninggalkan perbuatan dosa ialah tobatnya para pendusta”.
Salah seorang yang sholeh berkata “Istighfar kami membutuhkan Istighfar. Maknanya siapa yang beristighfar kepada Allah namun tidak meninggalkan kemaksiatan maka Istighfarnya perlu di Istighfari”. Karena itu hendaknya meneliti kembali kebenaran Istighfar kita, agar kita tidak termasuk golongan para pendusta yang beristighfar hanya dalam lisan, sementara mereka tetap melakukan kemaksiatan.
Inilah dia hakikat dari istighfar. Sebenarnya jika kita ingin menyelami hakikat istighfar tidaklah cukup hanya membaca artikel ini karena makna dari istighfar ini sangatlah luas mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi sedikit petunjuk dan jawaban bagi para pembacanya.
Wallohua’lam