Latar Belakang
setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Pendidikan adalah merupakan alat yang paling penting untuk mengembangkan potensi kehidupan manusia, baik intelegensia, kreativitas, maupun akhlak al-karimah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Aktivitas pendidikan terkait dengan tujuan pembentukan manusia seutuhnya dalam rangka memajukan peradaban. Sebagaimana tertuang dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Bab II, pasal 3 dirumuskan bahwa:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Aloh Yang Maha Esa, berakhlak mulia; sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang Baik serta bertanggung jawab.”
Jelaslah disini bahwa pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu dalam melaksanakan pendidikan, yang diawali dengan pemberantasan buta aksara. Karena walaupun pemerintah sudah menetapkan program wajib belajar 9 tahun dan program pemberantasan buta aksara seperti Program Keaksaraan Fungsional (Program KF), namun demikian program-program tersebut belum berhasil menurunkan besarnya buta aksara sehingga sampai saat ini buta aksara tetap saja masih tinggi. Padahal tekad pemerintah pada tahun 2005 lalu mencanangkan Program Percepatan Pemberantasan Buta Aksara yang ditargetkan tuntas pada tahun 2009.
Berdasarkan data BPS tahun 2003-2004, posisi kebutaaksaraan penduduk Indonesia usia 10 tahun ke atas sebesar 15.533.271 orang, terdiri atas perempuan sebanyak 10.643.823 orang (67%) dan laki-laki sebanyak 5.042.338 orang (32,1 %). Pada usia 10-44 tahun sebesar 4.410.627 orang. Usia 15-44 tahun sebesar 3.986.187 orang. Angka buta aksara tersebut masih akan bertambah, mengingat angka tingkat putus belajar pada kelas-kelas awal (1-3) SD/MI saat ini masih 200.000 s.d. 300.000 per tahun. Khusus di bidang pendidikan, data susenas 2003 menunjukan bahwa penduduk perempuan usia 20 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki 911,56% berbanding 5,43%). Penduduk perempuan yang buta aksara sebesar 12,285, sedangkan laki-laki 5,82% atau dengan kata lain bahwa jumlah buta aksara pada perempuan lebih banyak 2 samapai 3 kali lipat dari laki-laki.
Sementara itu kebutaaksaraan juga sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan ketidakberdayaan masyarakat. Sehingga permasalahan buta aksara ini tidak saja menjadi permasalahan nasional tetapi sudah diangkat menjadi permasalahan internasional. Atas dasar itu, UNESCO, UNICEF, WHO, World Bank, dan badan-badan internasional lain menjadi sangat gencar mengkampanyekan dan mensosialisasikan akan pentingnya pemberantasan buta aksara di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Dikarenakan Indonesia adalah negara yang beragama, maka untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan agama sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada Bab II pasal 3 ayat 1 dikatakan bahwa:
“Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama.”
Kemudian pada pasal 2 ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa:
“Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Alloh Yang Maha Esa serta berakhlakul mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama.”
“Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.”
Dalam pandangan Islam, pendidikan wajib dilaksanakan sepanjang hayat, sehingga kehidupan bagi seorang muslim adalah proses dan sekaligus lingkungan pembelajaran. Jika seseorang berhenti belajar pasti tertinggal dan tergilas zaman. Selanjutnya, apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca-tulis dan belajar ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 :
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”
Dalam hadis Rasulullah saw. Dikatakan:
“Sebaik-baik kalian adalah siapa yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya (HR. Al-Bukhari).
“Siapa saja membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya (HR. At-Tirmidzi).
Dari ayat-ayat dan hadis tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan dilanjutkan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam hal ini pemerintah tidak cukup hanya memberantas buta aksara latin saja, tetapi tidak kalah penting juga mmeberantas buta aksara Al-Qur’an sebagai pedoman umat muslim yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Mengapa demikian? Dikarenakan fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia, salah satu contoh di kota Depok, pada tahun 2006 tercatat angka buta aksara latin mencapai angka 13.000 jiwa, dan buta aksara Al-Qur’an lebih banyak yaitu mencapai angka 20.000 jiwa. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi juga di daerah-daerah lainnya termasuk di propinsi Banten.
Propinsi Banten yang jumlah penduduknya lebih dari 8 juta jiwa dan lebih dari 95% dari jumlah tersebut mayoritas beragama Islam, memiliki sumber daya manusia yang potensial untuk dikembangkan terutama kaum perempuannya. Akan tetapi berdasarkan laporan kepala Dindik Propinsi Banten, Eko Endang Koswara kepada anggota komisi X DPR RI, Didik J Rachbini pada rapat tertutup di hotel Le Dian, Rabu 30 April 2008 menyebutkan, bahwa data penyandang buta aksara di Propinsi Banten mencapai angka 226.762, dan berada di urutan 10 besar penyandang buta aksara nasional. Karena dari sekitar 11 juta penduduk Indonesia penyandang buta aksara pada tahun 2006-2007, terdapat sekitar 3,3 % berada di Banten. Sementara data lain menyebutkan, jumlah penyandang buta aksara usia 15 tahun ke atas di Propinsi Banten pada tahun 2006 itu mencapai 305.677 orang, terdiri atas 96.668 laki-laki dan 208.502 perempuan. Pada tahun 2008 lalu masih berkisar 300.041 orang.
Jadi jelas, bahwa jumlah buta aksara perempuan ternyata lebih banyak dari laki-laki. Adapun mengenai jumlah aksara Al-Qur’an belum ada angka yang pasti. Akan tetapi berdasarkan pengamatan langsung penulis pada ibu-ibu rumah tangga di Banten, khususnya di kelurahan Sumur Pecung kecamatan Serang Kota Serang masih banyak yang mengalami buta aksara Al-Qur’an. Contoh dari tiga majelis ta’lim di lingkungan kelurahan Sumur Pecung yang penulis observasi, yang masing-masing majelis berjumlah kurang lebih 30 orang, sebanyak 80% dari jumlah tersebut adalah buta aksara Al-Qur’an. Lebih jelasnya dari 30 ibu-ibu rumah tangga, 24 diantaranya buta huruf Al-Qur’an. Padahal posisi perempuan sebagai ibu di lingkungan rumah tangga dilihat dari segi tanggung jawab pemeliharaan dan pendidikan anak merupakan pusat pendidikan yang menentukan masa depan bangsa.