Sa’id bin Zaid
Nasabnya
Beliau adalah Sa’id bin Zaid bin Amru bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadr bin Kinanah bin Al-Quraisy Al-Adawi Al-Makki Al-Madani. Nasabnya bertemu dengan nasab Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalampada Ka’ab bin Lu’ay, dia berasal dari Bani Adi.
Sa’id bin Zaid adalah saudara ipar Umar bin Khaththab. Beliau menikah dengan Fathimah binti Khaththab. Ketika Umar mengetahui keislaman mereka berdua. Beliau menuju rumah adiknya dan saudara iparnya. Lalu Umar melayangkan pukulan kepada Sa’id bin Zair dan Fathimah hingga terluka. Lalu mereka berdua menantang kebengisan Umar dan menyatakan keislaman mereka di hadapannya tanpa ragu. Mereka berdua pun menghadapinya dengan keyakinan bahwa mereka berdua berada dalam kebenaran sementara Umar dalam kebatilan. Hal inilah menjadi faktor yang membuat Umar tersadar dan akhirnya dia masuk Islam.
Sa’id masuk Islam sejak awal kemunculan dakwah dan bergabung dengan para pahlawan pengusung dakwah. Beliau telah mendampingi Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam dalam perjalanan dakwahnya, menghadiri majelis-majelis beliau, mendengar langsung dari beliau, memahami petunjuk dan sunah-sunahnya dan turut serta dalam seluruh peperangan beliau, namun hanya sedikit sekali hadis-hadis yang diriwayatkan oleh beliau. Kitab-kitab sunan meriwayatkan hadis dari jalur Sa’id hanya 48 hadis. Hal ini disebabkan karena kesibukannya dalam berdakwah dan berjihad bersama Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Lalu setelah wafatnya beliau, ia berperan dalam membantu para khulafaur rasyidin dalam menjalankan roda pemerintahan. Ia adalah seorang sahabat yang senantiasa memberikan nasihat, pendapat, dan menyumbangkan pikiran dalam memecahkan berbagai prolematika yang menimpa umat.
Keprbadian Menawan
Sa’id bin Zaid memiliki kepribadian yang sangat menawan. Beliau sangat konsisten menjaga kebersamaan menjaga jamaah kaum muslimin, zuhud dalam hal duniawi maupun kepemimpinan, mencintai jihad, dan memiliki semangat yang menggelora dalam menyebarkan dakwah Islam. Ia terus berusaha menjauhi hal-hal yang syubhat dan berpegang teguh dengan ajaran-ajaran Nabi Muhammad. Sungguh ia orang yang sangat waro’, sangat berhati-hati supaya tidak terjerumus dalam perkara-perkara yang dilarang.
Disebutkan oleh Imam Bukhori dan Muslim bahwa Arwa binti Uwais mengaku bahwa Sa’id bin Zaid telah mengambil sedikit tanahnya, maka ia mengadukannya kepada Marwan bin Hakam. Sa’id berkata, “Akankah aku mengambil sebagian dari tanahnya setelah aku mendengar dari Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam?” Aku mendengar Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah secara zolim, maka Alloh akan mengalungkannya dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat.”
Maka Marwan berkata kepadanya, “Aku tidak akan meminta bukti kepadamu setelah ini.
Kemudian Sa’id berkata, “Ya Alloh, kalau wanita itu berdusta, maka butakanlah matanya, dan matikan ia di tanahnya.”
Urwah berkata, “Dan wanita itu tidak mati hingga matanya buta, kemudian saat ia berjalan di tanah miliknya, ia terjatuh ke dalam sumur dan mati”.
Sa’id bin Zaid mencintai keluarganya, menyayangi saudara-saudaranya seperjuangan, dan siap membela mereka apabila mereka disakiti, baik saat mereka ada atau tidak. Ketika ia berada di masjid Kuffah bersama Mughiroh bin Syu’bah, lalu datanglah seorang laki-laki dari Kuffah yang mencaci maki Ali bin Abi Thalib. Maka Sa’id bin Zaid marah besar. Kemudian beliau menyebutkan hadis tentang 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Lalu memuji mereka seraya berkata, “Sungguh benar, ketika umur-umur mereka terputus, Alloh berkehendak untuk tidak memutus pahala mereka sampai hari kiamat. Celakalah orang yang membenci mereka, dan berbahagialah orang yang mencintai mereka.” (HR. Ahmad dan lain-lain)
Kiprah Sa’id bin Zaid dalam kancah perjuangan sangat mengesankan. Beliau senantiasa di medan juang bersama kekasih tercinta, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Beliau ikut serta dalam perang Badar. Sebuah peperangan yang terjadi antara pemegang panji kebanaran dan kebatilan, peperangan antara islam versus jahiliyyah. Sa’id ikut menyertai Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam dalam perjanjian Hudaibiyah, dan ikut berba’iat di bawah pohon, dan Alloh telah memuji mereka. Dia ikut juga dalam perang Tabuk yang disebut dalam al-Qur’an sebagai masa-masa sulit, dan Alloh pun memuji mereka yang ikut serta dalam peperangan tersebut.
Pada masa khulafaur rasyidin dan masa setelah mereka, Sa’id adalah salah satu tokoh dan pemuka dalam masyarakat muslim yang ikut dalam mengokohkan sendi negara, mengarahkan politiknya, dan menciptakan sejarahnya. Dia telah memba’iat empat khulafaur rasyidin satu demi satu dan bergabung dalam sebuah kelompok yang menjadi anggota dari majelis syuro yang berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah dan persoalan agama. Dia juga berperan serta dalam beberapa penaklukan, dan sempat memimpin sebuah wilayah untuk waktu yang sangat singkat karena ia lebih memilih untuk berjihad.
Wafatnya
Sa’id bin Zaid meninggal karena sakit. Ia meninggal pada tahun 52 H di Aqiqi. Usia beliau saat meninggal dunia adalah 70 tahunan lebih. Di antara yang memandikan jenazahnya adalah Sa’ad bin Abi Waqqos. Ibnu Umar yang mengimami shalat jenazahnya. Beliau dikuburkan di Madinah. Yang ikut menyaksikan kepergiannya adalah Sa’ad bin Abi Waqqos, Ibnu Umar, para sahabat Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam, kaum kerabat dan keluarganya. Dan yang turun di kuburannya adalah Sa’ad bin Abi Waqqos dan Ibnu Umar. Disebutkan bahwa Sa’id bin Zaid memiliki tiga puluh empat anak, lima belas laki-laki dan sembilan belas perempuan. Selamat bagi Sa’id atas kebersamaanya yang panjang dan penuh berkah bersama Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam.
Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!