THALHAH BIN UBAIDILLAH

Thalhah bin Ubaidillah

Nasabnya

Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah, Al-Quraisy At-Taimi Al-Makki dan kemudian Al-Madani. Julukannya Abu Muhammad, dengan ini ia dipanggil oleh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya. Nasabnya bertemu dengan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam pada Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay dan dengan nasab Abu Bakar Ass-Shiddiq pada Taim bin Murrah.

Cahaya Islam masuk lubuk hatinya melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Benih-benih hidayah Thalhah bin Ubaidillah bermula dari saat ia mendengar seorang Rahib yang memberitahukan bahwa di Makkah akan muncul nabi terakhir dan ia akan hijrah ke Madinah. Maka Thalhah dengan antusias mencari tahu tentang berita ini ke penduduk Mekah hingga ia bertemu dengan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar meyakinkan kepada Thalhah bahwa Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wassalam menyeru kepada kebenaran dan memerintahkan kepadanya untuk mengikuti ajaran Nabi. Kemudian keduanya menemui Nabi Sholallohu ‘alaihi wassalam dan Thalhah pun masuk Islam. Ujianpun menimpa dirinya setelah keislamannya. Tangannya diikat supaya ia tidak melaksanakan shalat dan meninggalkan agamanya. Namun ia tetap teguh dan kokoh di atas ajaran Islam.

Semangat Menuntut Ilmu

Semangat menuntut ilmu Thalhah bin Ubaidillah sangat bergelora. Ia mendampingi dan bermajelis dengan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Ia sangat gigih untuk meraih ilmu serta sedih ketika ada suatu ilmu belum bisa dipahaminya. Suatu hari Umar melihat beliau bersedih. Lalu Umar menanyakan kepadanya sebab yang melatarbelakanginya. Lantas beliau mengungkapkan bahwa beliau mendengar sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam tentang suatu kalimat yang diucapkan pada saat kematian seorang hamba, niscaya ia akan mendapati ruhnya dalam keadaan tentram dan pada hari kiamat ia akan memperoleh cahaya. Namun beliau tidak sempat menanyakan kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam hingga beliau wafat. Kemudian Umar memberitahukan kepada Thalhah bahwa kalimat tersebut adalah laa ilaaha illalloh. Itulah semangat menuntut ilmu Thalhah bin Ubaidillah yang patut dijadikan contoh dan suri teladan bagi manusia.

Mata hati Thalhah bin Ubaidillah cepat tanggap dalam mengambil hikmah dan pelajaran. Ketika melihat sesuatu yang mengingat kepada api neraka, maka ia berlindung dari siksanya. Ketika melihat kenikmatan dunia, jiwanya menjadi rindu akan surga. Suatu hari Thalhah dan Zubair melewati tempat peleburan seorang pandai besi, maka mereka berhenti memandanginya sambal menangis. Lalu mereka melewati tukang buah dan tumbuh-tumbuhan wangi, merekapun menangis dan memohon surga kepada Alloh.

Kedermawanannya

Thalhah bin Ubaidillah seorang yang sangat dermawan dan murah hati. Ia pernah bersedekah di sebuah majelis sebanyak 100.000 dirham sementara bajunya sendiri membutuhkan perbaikan. Pada suatu malam ia memiliki uang sebanyak 700.000 dirham dari Hadramaut. Malam itu ia sangat gelisah. Kemudian di pagi harinya ia memasukannya di pundi-pundi besar dan kecil dan membagikannya di antara kaum Muhajirin dan Anshor. Beliau pernah menjual tanahnya kepada Utsman bin Affan seharga 700.000 dirham. Utsman mengantar uangnya pada malam hari. Kemudian malam itu juga orang-orang suruhannya berjalan di lorong-lorong kota Madinah membagikan uang tersebut dan ketika waktu shubuh tiba, tidak ada tersisa satu dirhampun padanya. Thalhah bin Ubaidillah seorang yang tawadhu’. Ketika berada di majelis ilmu beliau memilih tempat duduk yang paling rendah karena beliau mengingat hadis nabi tentang hal itu. Beliau adalah orang yang santun dan toleran bahkan orang yang mengenal Tholhah menganggapnya sebagai salah seorang tokoh Quraisy yang sangat santun.

Termasuk Penghuni Surga

Alloh Ta’ala telah memberikan kemuliaan kepada Tholhah dengan menjadikannya sebagai generasi awal yang masuk Islam dan memberikannya nikmat besar berupa kesempatan untuk membela Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Saat perang Badar tiba, dengan perintah Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam Thalhah menyelidiki berita tentang kafilah Quraisy. Pada perang Uhud Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam memakai dua lapis baju besi, lalu beliau menaiki batu besar namun kesulitan. Maka Tholhah membungkukkan badannya dan beliau menapaki badannya hingga berhasil duduk di atas batu tersebut. Beliau bersabda, “Telah wajib bagi Tholhah (surga).” Thalhah bin Ubaidillah termasuk golongan syuhada. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam, “Siapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di muka bumi, maka hendaklah ia melihat Thalhah bin Ubaidillah.”

Thalhah bin Ubaidillah termasuk salah satu dari 10 sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga oleh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Ia memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Abu Bakar ketika ia menjadi orang yang terdekatnya dan merupakan salah satu orang yang menjadi majelis syura yang menjadi tumpuan Abu Bakar dalam bermusyawarah. Begitu pula pada pemerintahan Umar, ia pun menjadi anggota majelis syura pada masa Umar bin Khaththab. Ali bin Abi Thalib menyaksikan Thalhah bin Ubaidillah dalam perang Uhud bahwa ia menjadikan dirinya sebagai perisai Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam. Pedang dan tombak menyerangnya dari berbagai penjuru namun ia tetap bertahan sebagai tameng bagi Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wassalam.

Wafatnya

Thalhah bin Ubaidillah berpulang setelah menorehkan di dalam buku catatan kehidupannya sifat-sifat terbaik dan mengisinya dengan berbagai perbuatan yang mulia. Thalhah terbunuh pada perang Jamal pada hari Kamis 10 Jumadits Tsaniyyah tahun 36 H. Ia wafat saat telah berusia enam puluh empat tahun. Ia dimakamkan di tepi dermaga. Setelah tiga puluh tahun kemudian jasadnya dipindah ke pekuburan tempat lain dan ternyata hanya bagian jenggot dan wajahnya yang menghadap ke arah tanah yang berubah.

Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!

www.takrimulquran.org

error: Content is protected !!