Kewajiban Bersuci dalam Islam

Bersuci berarti membersihkan diri dari kotoran. Apakah itu kotoran yang sifatnya indrawi seperti najis, ataupun kotoran yang sifatnya maknawi seperti aib. Adapun bersuci dalam pengertian syariat adalah suatu perbuatan yang menyebabkan bolehnya melaksanakan sholat atau hal lain yang hukumnya sama dengan sholat. Misalnya, berwudhu untuk orang yang belum benwudhu, mandi bagi orang yang wajib mandi, serta membersihkan pakaian, badan, dan tempat.

Islam sangat memerhatikan kesucian dan kebersihan pemeluknya, khususnya tatkala dalam melaksanakan ibadah. Hal ini terlihat dari beberapa perintah dan anjuran berikut ini:

Pertama; Hukum Berthoharoh atau bersuci adalah Wajib.

Thoharoh atau bersuci dari segala bentuk najis adalah wajib jika diketahui dan mampu melaksanakannya. Keharusan suci dari najis ini adalah panduan syariat Islam agar seorang muslim senantiasa dalam keadaan bersih. Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Mudatsir ayat 4:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Bersihkanlah pakaianmu!”

Kedua; Syariat Berwudhu.

Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al Maidah ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan sholat, Maka basuhlah oleh kalian muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan basuhlah kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.”

Imam Ibnu Katsir rohimahulloh menjelaskan dalam kitab Tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini merupakan perintah berwudhu tatkala hendak melaksanakan sholat. Namun, perintah wajib itu harus dilakukan bagi orang yang berhadats. Sedangkan bagi yang masih suci, perintah itu sunnah.

Perintah wudhu bagi yang hendak sholat ini menunjukkan bahwa Islam mewajibkan ummatnya dalam keadaan suci tatkala menghadap Robb-nya. Bahkan, pelaksanaan wudhu pun harus sempurna sesuai tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam. Hal itu ditegaskan dalam sabdanya dalam riwayat Imam al Bukhori:

وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ

“Celakalah bagi para pemilik tumit yang tidak terkena basuhan air wudhu dari neraka.”
(HR. Bukhori)

Faidah dari hadits ini bahwa wajib memerhatikan anggota-anggota wudhu dan tidak boleh mengabaikan sedikitpun anggota wudhu. Lalu Nash hadits menyebut kedua tumit, dan anggota-anggota lainnya diqiyaskan padanya karena ada nash-nash lain yang menyebut seluruh anggota-anggota wudhu. Dan terdapat ancaman keras bagi orang yang tidak baik dalam berwudhu.

Dengan demikian pendengar, syariat wudhu dan wajib menyempurnaan pelaksanaannya adalah bukti konkrit bahwa agama Islam benar-benar memberikan perhatian akan kebersihan dan kesucian. Terutama tatkala hendak melaksanakan ibadah sholat.

Ketiga; bukti islam sangat memperhatikan kesucian adalah adanya perintah Syariat Mandi Junub.

Secara umum mandi merupakan kegiatan membersihkan badan. Terutama dari segala bentuk kotoran. Tatkala Islam mewajibkan mandi dari segala bentuk hadats, tentu ini menunjukkan bahwa agama Islam senantiasa mengajarkan ummatnya agar adalam keadaan bersih. Terutama tatkala hendak beribadah.

Adapun mandi yang dimaksudkan dalam syrariat Islam adalah mandi junub. Yaitu membasahi seluruh tubuh dengan air dan diawali dengan niat untuk mandi wajib. Mandi junub bersifat ta`abbudi yaitu bersifat ibadah kepada Alloh subhanahu wata’ala. Mandi junub bertujuan menghilangkan hadats besar. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًافَاطَّهَّرُوا

“Jika kalian dalam keadaan junub maka hendaklah kalian mandi janabah.”
(QS. al-Maidah: 6)

Selain itu Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda sebagaimana diriwayatkan Imam Al Bukhori;

لاَيَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ.

Abu Hurairah meriwayatkan hadits bahwa Rosululloh bersabda, “Alloh tidak menerima sholat seseorang di antara kalian ketika berhadats hingga ia berwudhu.”
(HR. Bukhori)

Maksud hadats dalam hadits tersebut adalah sesuatu yang keluar dari dubur atau kemaluan, atau hal-hal lain yang membatalkan wudhu. Jadi hadats adalah deskripsi hukum yang diperkirakan terjadi pada anggota tubuh. Keberaadaannya menghalangi ibadah yang menjadikan Thoharoh sebagai syarat.

Agama Islam menyeru kepada para pemeluknya empat belas abad yang lalu agar memperhatikan kesehatan dan kebersihan kuku, bulu ketiak dan bulu kemaluan. Gerakan kebersihan jasmani ini mengandung dampak positif, bahkan sesuai dengan ilmu kesehatan modern masa kini. Dengan demikian ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman.

Rosul shollallohu’alaihi wasallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Al Bukhori;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَرَضِيَ اللهُ عَنْه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَاَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ (أَوْخَمْسٌ مِنَ اْلفِطْرَةِاَلْخِتَانُوَاْلاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيْمُ اْلأَظْفَار ِوَنَتْفُ اْلإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Ada lima hal yang termasuk fitroh atau lima perkara yang termasuk fitroh: khitan, memotong rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut rambut ketiak dan memangkas kumis.”

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam telah menetapkan batas paling lama seseorang dibolehkan membiarkan bulu-bulu tersebut. Anas bin Malik rodhiyallohu’anhu berkata:

وُقِّتَ لَنَافِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ اْلأَظْفَارِوَنَتْفِ اْلإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَنَتْرُكَ أَكْثَرَمِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Kami diberi batasan waktu dalam memotong kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu agar bulu-bulu tersebut tidak dibiarkan lebih dari empat puluh malam.”
(HR. Muslim)

error: Content is protected !!