ABU HATIM AR-RAZI

Gambar. Abu Hatim - www.takrimulquran.org

ABU HATIM AR-RAZI

  1. Imam Abi Hatim ar-Razi merupakan seorang ulama besar, terutama dalam bidang tafsir. Nama lengkap beliau Muhammad bin Idris al-Mundzir bin Dawud bin Mahran al-Hanzhali ar-Razi. Imam adz-Dzahabi berkata, “Dia lahir pada tahun 195 H dan pada tahun 209 H dia sudah berhasil menghasilkan karya untuk pertama kalinya. Abu Hatim ar-Razi hidup sezaman dengan Imam Bukhori dan tercatat dalam thabaqatnya. Hanya saja, Abu Hatim berusia dua puluh tahun lebih panjang dari pada Imam Bukhori.
  2. Al-Hafidz al-Baghdadi mengatakan, “Abu Hatim ar-Razi adalah seorang imam yang hafidz dan paling tsabit. Namanya menjadi masyhur karena ilmunya dan sering disebut-sebut karena keutamaannya.” Adz-Dzahabi berkata, “Ilmu Abu Hatim ar-Razi seperti lautan. Dia berkeliling dari satu negara ke negara lainnya sehingga menjadikan dirinya sebagai sosok ulama yang kaya ilmu dalam sanad dan matan hadits. Dia banyak menghafalkan hadits, memiliki karya, mengetahui illat-illat pada sanad dan matan hadits dan banyak melakukan jarh wa ta’dil untuk mengetahui hadits yang shahih dari yang tidak shahih.
  3. Beliau mulai menulis hadits pada tahun 209 H, ketika itu umurnya masih 14 tahun, ia pergi untuk menuntut ilmu saat ia masih kecil, ia pergi ke Kufah, Basrah, Baghdad, Damaskus, Homs dan Mesir dengan berjalan kaki. Abdurrahman bin Abu Hatim ar-Razi berkata, “Aku telah mendengar ayahku mengatakan, “pertama kali aku mencari hadits menghabiskan waktu selama tujuh tahun. Dalam waktu itu, kedua kakiku telah menempuh lebih dari seribu farsakh (satu farsakh sekitar 8 km, atau 3 ¼ mil).” Aku meninggalkan daerah Ray menuju Kufah pada bulan Ramadhan tahun 213 Hijriyah dan kembali ke kampung halamanku pada tahun 221 Hijriyah. Sedang perjalanan keduaku hanya berlangsung tiga tahun, yaitu dari tahun 242 sampai 245 Hijriyah.”
  4. Abdurrahman bin Abu Hatim ar-Razi mengatakan, “Aku telah mendengar ayahku berkata, “Aku telah tinggal di Bashrah selama 8 bulan, biarpun maksud hatiku ingin tinggal di sana selama satu tahun. Semuanya itu terjadi karena pada waktu itu sedang kehabisan bekal. Pada waktu di Bashrah ini, aku dan temanku berkeliling mengikuti pengajian hadits dari para syaikh sampai sore. Lalu kami kembali, aku menuju ke pemondokanku, aku hanya dapat minum air saja tanpa makan biarpun perutku terasa lapar karena bekalku telah habis. Keesokan harinya, sahabatku tersebut kembali datang menjemputku untuk seperti biasa datang kepada para ahlul hadits dan belajar kepada mereka, padahal aku dalam keadaan sangat kelaparan. Aku pun tetap berangkat dengan perut keroncongan, hingga keesokan harinya, datang lagi sahabatku untuk menjemputku, namun aku katakan padanya, ‘Wahai sahabatku, hari ini aku sangat lemah dan tidak bisa datang untuk belajar bersamamu. ‘Lalu ia bertanya,’Apa sebabnya?’ Lalu aku katakan, ‘Sungguh aku tidak bisa berdusta kepadamu, sebenarnya sudah 2 hari ini aku tidak makan sesuatu pun. ‘Lalu sahabatku mengatakan, ‘Aku masih memiliki uang satu dinar, maka ambilah separuhnya dan separuhnya lagi adalah untuk aku membayar uang sewa. ’Lalu aku pun mengambil uang tersebut, akhirnya aku pun pulang meninggalkan Bashrah.”

Baca Artikel Lainnya!

  1. Sungguh guru-guru beliau sangatlah banyak. Di antara adalah: Muhammad ibn Abdillah al-Anshari, Utsman ibn Haitsam, Affan ibn Muslim, Abu Nu’aim, Abdullah ibn Musa, Abdullah ibn Shalih, dan masih banyak lagi yang lainnya. Berkata al-Hafizh, “Untuk menghitung seluruh guru-guru beliau maka rasanya sangat sulit, karena jumlah guru-guru hampir mendekati tiga ribu ulama.” Sementara itu, murid-murid pilihan beliau seperti putra beliau sendiri al-Hafizh Imam Abu Muhammad, Abdurrahman ibn Abi Hatim, Yunus ibn Abdil A’la, ar-Rabi’ ibn Sulaiman, Abu Zur’ah ar-Razi , Ibrahim al-Harbi Abu Bakar ibn Abi Dunya, bahkan Abu Abdillah al-Bukhari, Abu Dawud as-Sijistani, dan Abu Abdirrahman an-Nasa’i serta masih banyak sekali murid-murid beliau yang lainnya.
  2. Berkata Imam adz-Dzahabi, “Al-Hafizh Abul Qasim al-Lalika’i mengatakan : Aku menjumpai di dalam kitab karangan Abu Hatim beliau mengatakan, ‘Madzhab kami dan pilihan kami adalah berusaha mengikuti Rasulullah, para sahabat, dan tab’in, dan berpegang teguh dengan madzhab ahlulhadits seperti asy-Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal, Ishaq, Abu Ubaid, dan selalu berpijak pada al-Qur’an dan Sunnah.” Hatim ibn Abi Hatim ar-Razi mengatakan bahwa dia pernah mendengar ayahnya mewasiatkan, “Tulislah di antara pelajaran terbaik yang pernah engkau dengar, hafallah pelajaran terbaik yang pernah engkau tulis, dan selalu ingatlah pelajaran terbaik yang engkau hafal.”
  3. Berkata Imam adz-Dzahabi, “Apabila Abu Hatim telah merekomendasikan ketsiqahan seorang rawi hadits maka berpeganglah dengan ucapan beliau, karena beliau adalah orang yang sangat berhati-hati dan tidak menggampangkan atau serampangan dalam memberikan penilaian. Namun, bila beliau tidak tegas dalam merekomendasikan atau mengatakan bahwa orang ini tidak dapat dijadikan hujjah maka tunggulah dan lihatlah adakah para pakar/ahli hadits yang lain telah memberikan komentarnya; apabila ada salah dari mereka yang telah merekomendasikan maka jangan terlalu melihat pada penilaiannya Abu Hatim karena beliau orang yang sangat ketat dalam merekomendasi seorang rawi, hingga terkadang banyak para perawi hadits yang terpercaya namun, beliau menilainya bahwa mereka adalah para rawi yang tidak bisa dijadikan hujjah, tidak kuat (hafalannya), atau yang semisalnya.”
  4. Berkata Abu Sa’id ibn Yunus, “Abu Hatim meninggal dunia di kota Ray pada tahun 275 H, namun ada yang berpendapat bahwa beliau meninggal dunia pada tahun 277 H pada bulan Sya’ban.

Wakaf Al-Qur’an untuk Pesantren, TPQ dan Masjid di Pelosok

You cannot copy content of this page