fbpx

ABU ISA AT-TIRMIDZI

Gambar. Abu Isa At-Tirmidzi - www.takrimulquran.org

ABU ISA AT-TIRMIDZI

  1. Nama lengkap beliau adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin adh-Dhahak as-Sulami at-Tirmidzi al-Imam al-Alim al-Bari’. At-Tirmidzi dinisbatkan pada Tirmidz yang terletak di sebelah utara Iran. Imam at-Tirmidzi dinisbatkan pada daerah itu karena dia tumbuh di sana. Adz-Dzahabi berkata, “Dia lahir pada tahun 210 Hijriyah.”
  2. Al-Hakim mengatakan, “Aku pernah mendengar Umar bin Malik berkata, “Setelah Imam Al-Bukhari meninggal, maka tidak ada orang di Khurasan yang seperti Imam at-Tirmidzi dalam keilmuan, derajat kehafidzan, kewara’an dan kezuhudan. Imam at-Tirmidzi menjadi buta akibat seringnya menangis, dan dia menjalani hidup ini dengan kebutaan selama beberapa tahun. Imam adz-Dzahabi menjelaskan, “Kitab Al-Jami’ karya Imam at-Tirmidzi merupakan bukti bahwa dia adalah ahli fikih. Hanya saja, kriterianya dalam meriwayatkan hadits pada kitabnya lunak dan tidak mutasyaddid (ketat). Abu Sa’id al-Idrisi al-Hafidz al-Alim berkata, “Imam at-Tirmidzi adalah seorang imam panutan orang dalam bidang hadits. Di antara karyanya adalah kitab al-Jami’, at-Tawarikh, dan kitab al-‘Ilal yang berisi nama para perawi hadits yang mutqin. Di dalam kitab al-’Ilal ini, dia gambarkan bagaimana seorang perawi menghafalkan hadits.” Abu ‘Ali Manshur bin Abdillah al-Khalidi berkata, “Abu Isa (Imam at-Tirmidzi) berkata, “Setelah menulis kitab Al-Jami’ ini, aku lalu menyodorkannya kepada para ulama Hijaz, para ulama Irak dan para ulama Khurasan sampai mereka ridha terhadap isinya. Barangsiapa di rumahnya terdapat kitab Al-Jami’ ini, maka seolah-olah ada nabi yang sedang berbicara.
  3. Abu Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesolihan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzibnya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata: “Saya mendengar Abu Isa at-Tirmidzi berkata: “Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.”
  4. Imam at-Tirmidzi merupakan figur yang cerdas, tangkas, cepat hafal, zuhud, juga wara′. Sebagai bukti kerendahan pribadi, beliau senantiasa mencucurkan air mata, sehingga kedua bola matanya memutih, dan kemudian menimbulkan dampak kebutaan pada masa tuanya. Dengan adanya musibah kebutaan inilah beliau juga disebut al-Dharir (yang buta).
  5. Tentang sejak kapan terjadinya musibah kebutaan kedua mata Imam at-Tirmidzi, banyak terjadi silang pendapat di dalamnya. Ada sebagian yang menyatakan beliau buta sejak lahir, sementara ulama yang lain menyatakan ketika usianya mulai senja, setelah perjalanan panjang perlawatannya menimba ilmu, juga menulis hadits. Tapi mayoritas ulama sepakat, beliau tidak buta sejak lahir, melainkan musibah itu datang belakangan. Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi menuturkan, “Abu Isa mengalami kebutaan pada masa menjelang akhir usianya.”
  6. Beliau memulai jihadnya dengan belajar agama sejak beliau masih muda. Beliau mengambil ilmu dari para syaikh yang ada di negara beliau. Kemudian beliau memulai melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu ke berbagai negara yang ada di muka bumi ini. Yang mana perjalanan beliau itu hanya ditujukan untuk menimba ilmu agama. Beberapa daerah yang pernah beliau datangi pada saat itu adalah Khurasan, Iraq, Madinah, Makkah, dan yang lainnya. Dalam lawatannya itu, Tirmidzi banyak mengunjungi ulama-ulama besar untuk mendengar hadits yang kemudian dihafal dan dicatat untuk kemudian dikumpulkan dalam sebuah kitab yang tersusun secara sistematis. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakan secara efektif.
  7. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kapan tepatnya Imam at-Tirmidzi meninggal dunia. Al-Sam’ani dalam kitabnya al-Ansab menuturkan bahwa beliau wafat di desa Bugh pada tahun 275 H. Pendapat ini diikuti oleh Ibn Khallikan. Sementara yang lain mengatakan beliau wafat pada tahun 277 H. Sedangkan pendapat yang benar adalah sebagaimana dinukil oleh al-hafidh al-Mizzi dalam al-Tahdzib dari al-Hafidh Abu al-Abbas Ja’far bin Muhammad bin al-Mu’taz al-Mustaghfiri yang mengatakan “Abu Isa at-Tirmidzi wafat di daerah Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab 279 H. Beliau wafat pada usia 70 tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories
Chat Admin
1
Chat Kami Sekarang
Assalamualaikum.. Kak, ingin berdonasi sekarang ?
Anda akan Terhubung dengan admin melalui WhatsApp